h1

Ketika Pena Bicara Cinta

January 11, 2010

“Membaca dan menulis adalah cara unik dalam mencinta” (DR. Aidl Al-Qarni)

Barisan kata yang menggerakkan seorang bernama Arina dan berhasil  menularkan energinya kepada Nusaibah. Seorang teman yang kemudian melengkapi semangatnya untuk bersama  membangun sebuah mimpi besarnya. Membangun sebuah kecintaan yang baru disadarinya sebagai bagian kewajiban yang tidak terpisahkan dari misi kehidupannya. Nusaibah yang pada saat itu tercatat sebagai tenaga kerja wanita yang illegal di negeri wahyu. Negeri dimana wahyu pertama turun yang menganjurkan untuk membaca, membaca, dan membaca.

“Sudah sekian lama saya merindukan teman sepertimu, mengajakku mencinta dengan cara yang unik” Respon Nusaibah menanggapi ajakan tulus Arina.

Gayung bersambut Arina pun merasa ada energi luar biasa untuk secepatnya merealisasikan mimpinya. Beberapa koleksi buku yang dimilikinya kemudian menjadi awal dari embrio terbentuknya rumah cahaya (Semacam perpustakaan yang terdiri dari aktivitas membaca dan aktivitas menghasilkan karya tulis). Buku tersebut kemdian menghias rak di kamar 5x12m Nusaibah yang diberi secara gratis oleh majikan suaminya yang bekerja sebagai sopir.

Peletakan buku di rumah Nusaibah menjadi lebih terasa manfaatnya, karena setiap teman Nusaibah atau teman suaminya berkunjung, dengan leluasa dapat membaca atau meminjamnya untuk di baca di rumahnya. Sesekali Arina berkunjung ke rumah Nusaibah dan membawa pulang beberapa buku ke asramanya untuk dipinjamkan secara bergilir kepada para TKW yang ditemuinya mengantar anak majikannya ke kampus. Buku-buku tersebut terus mengalami penambahan setiap Arina kembali dari berlibur di Indonesia.

Aktivitas yang cukup stagnan. Suatu hari Arina berpikir. Melihat aktifitas mencinta yang unik itu tidak kunjung dia rasakan. Namun berbeda dengan semangat Nusaibah yang tetap bersinyal kuat memantulkan cahayanya. Bagi Nusaibah keberhasilan tidak harus dia yang merasakannya, namun orang-orang yang kemudian melanjutkan aktifitas ini, menjadi aktivitas yang berkelanjutan memberi manfaat bagi orang yang membutuhkan tambahan gizi bagi ruang hati, pikir, jiwa dan ruhnya. Itulah tolak ukur sukses dalam kamus cinta Nusaibah pada aktivitas mencintanya.  Dia sangat bersyukur menjadi bagian dari batu bata pertama untuk membangun proses penemuan cara unik dalam mencinta di negeri rantaunya ini.

“Ayo, Rin… sudah lima cerita yang berhasil aku tulis, mana tulisanmu, cepetan ke rumah ayo kita bedah karya” Suatu hari Nusaibah menelepon Arina dengan nada menggugat. Semangat Arina telah berhasil menulari Nusaibah. Namun Arina tidak berhasil menyemangati dirinya untuk berjalan bersama dengan Nusaibah dalam memenuhi syarat penemuan cara unik dalam mencinta.

Lima cerita seru yang Nusaibah susun itu telah berhasil memompa kembali semangat Arina untuk kembali menata satu per satu batu bata-batu bata jalan cinta ini.  Namun, ketahanan tubuh Arina yang menurun telah menuntut Arina untuk cuti satu tahun dari tugas belajarnya di negeri wahyu itu. Tidak banyak yang dapat Arina lakukan untuk menggenapi tatih Nusaibah yang tidak pernah berhenti bergerak menyuntikkan semangat membaca dan menulis kepada setiap orang yang dia kenal dan temui atau setiap orang yang berkunjung ke rumahnya, kecuali doa dan sesekali menanyakan kabar karyanya.

“Cerita-cerita sudah aku tulis dengan caraku, tolong dieditkan ya, ntar setelah kamu sembuh dan kembali ke makkah” Begitu selalu dengan nada semangat yang tidak pernah berubah, jawaban Nusaibah setiap Arina menanyakan kabar karyanya.

****

Satu tahun telah berlalu dan dengan idzin Allah, ketahanan tubuh Arina berangsur kembali, serta dapat kembali melengkapi semangat Nusaibah, untuk terus menggerakkan proses penemuan jalan cinta ini. Namun musibah telah memisahkan keduanya untuk selama-lamanya. Arina mendapatkan karunia sehatnya kembali. Nusaibah dengan penyakit menahunnya. Asma. Telah mengantarkannya keharibaan Tuhannya. Allah telah lebih dahulu memanggilnya. Semoga Allah menempatkannya pada tempat kembali terbaik di sisiNya. Amiin.

Nusaibah telah benar-benar pergi. Namun, api semangatnya menjadi warisan berharga bagi Arina untuk meneruskan proses peletakan batu bata-batu bata pembentukan jalan menuju sebuah cara unik dalam mencinta. Sebuah proyek yang kemudian Nusaibah beri tema besar “Ketika Pena Bicara Cinta”. Sebuah tema yang kemudian menjadi semangatnya untuk terus menyertai jenaknya dengan menggerakkan penanya dengan cinta, sampai pada desah nafas terakhirnya.

Salah satu goresan cinta Nusaibah yang berhasil memompa semangat Arina dan orang-orang yang setelahnya untuk melanjutkan pembangunan jalan cinta. Goresan tersebut dimuat di bank karya online yang beralamatkan di:  https://forumlingkarpenasaudi.wordpress.com

Apa yang akan aku tulis

Ketika pertanyaan “Apa yang akan aku tulis?”

mengganggu tekadmu,

maka katakanlah pada dirimu:

Tulislah harapanmu!

Tulislah senyummu!

Tulislah dan sebarkanlah wangi parfummu!

Terus gerakkan penamu menggores kata demi kata

Rangkailah hingga menjadi rangkaian bunga,

karena bisa jadi huruf yang kamu rangkai itu menjadi obat bagi

kesedihanmu atau kesedihan orang yang membacanya.

Tulislah untuk akal-akal itu!

Tulislah untuk hati-hati itu!

Tulislah dan biarlah kami membacanya,

biarkan kami menyelami

dan tenggelam dalam dunia maknamu,

dalam petualangan pikiranmu,

dalam kedalaman ilmumu.

Kami akan mendapat pespektif,

kami akan memiliki pemikiran baru,

sehingga kami mempunyai kekuatan….

Maka tulislah!

Hingga kamu mendapati alasan mengapa matahari terbit dari barat,

Hingga kamu juga menemukan alasan mengapa kamu hidup,

Hingga setiap huruf yang kamu tata itu menjadi saksi bahwa tulisanmu adalah

Tulisan orang-orang yang kuat,

Tulisan orang-orang yang mulia,

Tulisan yang datang dari zaman para nabi.

Maka tulislah!

Orang-orang Yahudi menulis,

Orang-orang Nasrani juga menulis..

Tidakkah orang-orang mukmin juga bisa menulis!?

Sebuah semangat yang luar biasa menyala dan memberi pengaruh yang dapat melintasi ruang dan waktu.

Leave a comment